Perjanjian atau kontrak merupakan suatu hubungan hukum keperdataan (perikatan) yang lahir dari kesepakatan para pihak untuk saling mengikatkan diri yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Para pihak dalam melaksanakan suatu perjanjian harus dengan itikad baik baik sesuai pasal 1338 KUH Perdata.
Bahwa akibat tidak dipenuhinya suatu kewajiban dalam perjanjian atau kontrak adalah wansprestasi. Dan bahwa akibat dari wansprestasi adalah lahirnya hak menuntut ganti kerugian kepada pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian. Sesuai pasal 1243 KUHPerdata tuntutan ganti rugi yang dapat dituntut kepada pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian yaitu tuntutan penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Perjanjian atau kontrak yang merupakan ranah hukum keperdataan seringkali dijadikan seseorang yang didasari itikad buruk/tidak baik niat jahat untuk merugikan orang lain sebagai alasan untuk menghindar dari tuntutan hukum pidana (tindak pidana penipuan) dengan berlindung dibalik perjanjian yang merupakan ranah hukum perdata.
Sebagai contoh :
Seorang penjual melakukan suatu perjanjian jual-beli dengan orang lain meskipun objek (barang) yang diperjanjikan itu secara kenyataannya tidak ada atau sudah terjual kepada orang lain. Dan sipenjual sepenuhnya sadar bahwa objek (barang) yang diperjanjikan itu secara kenyataannya tidak ada atau sudah terjual kepada orang lain. Dalam hal ini sipenjual melakukan suatu perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong atau palsu).
Contoh lain.
Seorang pengguna jasa melakukan perjanjian dengan penyedia jasa untuk menyediakan suatu jasa dan si penyedia jasa sepenuhnya sadar bahwa ia tidak memiliki kemampuan dan/atau keterampilan. Dalam hal ini sipenyedia jasa menyembunyikan informasi yang berkaitan dengan kemampuan dan/atau keterampilannya. Dalam hal ini sipenyedia jasa yang menyembunyikan informasi yang berkaitan dengan kemampuan dan/atau keterampilannya merupakan suatu perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong atau palsu). Lain hal jika sipengguna jasa mengetahui informasi itu baik secara langsung atau tidak langsung akan kemampuan dan/atau keterampilan sipenyedia jasa dan hal ini sebaiknya dituangkan dalam perjanjian untuk menghindari tuntutan dari sipengguna jasa.
Suatu perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong atau palsu) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tipu. Sedangkan penipuan adalah cara, proses atau perbuatan menipu dan penipu adalah orang yang melakukan penipuan itu. Penipuan merupakan suatu perbuatan tindak pidana yang diatur dalam KUHP Pasal 378.
Pasal 378 KUHP berbunyi sebagai berikut :
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
Mahkamah Agung dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2018 Katalog Nomor : 4/Yur/Pid/2018 berpendapat bahwa perjanjian dengan didasari itikad buruk/tidak baik niat jahat untuk merugikan orang lain, maka perbuatan tersebut bukan merupakan wanprestasi,tetapi tindak pidana penipuan.
Pandangan ini juga terdapat dalam putusan No. 1689 K/Pid/2015 (Henry Kurniadi) yang menyebutkan bahwa: Bahwa alasan kasasi Terdakwa yang menyatakan kasus Terdakwa bukan kasus pidana melainkan kasus perdata selanjutnya utangpiutang, antara Terdakwa dengan Astrindo Travel tidak dapat dibenarkan karenaTerdakwa dalam pemesanan tiket tersebut telah menggunakan nama palsu atau jabatan palsu, hubungan hukum keperdataan yang tidak didasari dengan kejujuran,dan itikat buruk untuk merugikan orang lain adalah penipuan.
Referensi
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2018 Katalog Nomor : 4/Yur/Pid/2018