Hubungan Hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subjek hukum yang mana dalam hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.
Hak dan kewajiban ini kedua-duanya timbul dari satu peristiwa hukum yaitu peristiwa hukum akibat suatu perbuatan manusia yang dapat menimbulkan akibat hukum.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanjiu untuk melaksanakan sesuatu hal.
Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan subjek hukum, baik manusia maupun badan hukum, yang akibatnya diatur dalam hukum sehingga dapat dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum
Perikatan adalah hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak berdasarkan persetujuan dan persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Menurut Pasal 1233 KUHPerdata bahwa perikatan juga dapat lahir dari sebuah persetujuan. Agar perikatan memiliki kekuatan mengikat secara hukum maka persetujuan itu harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu :
-
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
-
kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
-
suatu pokok persoalan tertentu;
-
suatu sebab yang tidak terlarang.
Pengaturan perikatan yang lahir dari persetujuan dapat kita lihat dalam KUH Perdata mulai dari Pasal 1313 sd Pasal 1351
Pasal 1313
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Pasal 1314
Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Pasal 1315
Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.
Pasal 1316
Seseorang boleh menanggung seorang pihak ketiga dan menjanjikan bahwa pihak ketiga mi akan berbuat sesuatu, tetapi hal mi tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang yang berjanji itu, jika pihak ketiga tersebut menolak untuk memenuhi perjanjian itu.
Pasal 1317
Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan orang ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat semacam itu. Siapa pun yang telah menentukan suatu syarat, tidak boleh menariknya kembali, jika pihak ketiga telah menyatakan akan mempergunakan syarat itu.
Pasal 1318
Orang dianggap memperoleh sesuatu dengan perjanjian untuk diri sendiri dan untuk ahli warisnya dan orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau telah nyata dan sifat persetujuan itu bahwa bukan itu maksudnya.
Pasal 1319
Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.
Pasal 1320
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
-
-
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
-
kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
-
suatu pokok persoalan tertentu;
-
suatu sebab yang tidak terlarang.
Pasal 1321
Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Pasal 1322
Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan.
Pasal 1323
Paksaan yang diakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu.
Pasal 1324
Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan orang yang bersangkutan.
Pasal 1325
Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah.
Pasal 1326
Rasa takut karena hormat kepada bapak, ibu atau keluarga lain dalam garis ke atas, tanpa disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan persetujuan.
Pasal 1327
Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut lagi, bila setelah paksaan berhenti persetujuan itu dibenarkan, baik secara tegas maupun secara diam-diam, atau jika telah dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk dapat dipulihkan seluruhnya ke keadaan sebelumnya.
Pasal 1328
Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.
Pasal 1329
Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.
Pasal 1330
Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah;
-
-
anak yang belum dewasa;
-
orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
-
perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
Pasal 1331
Oleh karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk membuat persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam hal kuasa untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. Orang-orang yang cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan atas dasar ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan dan perempuan-perempuan yang bersuami.
Pasal 1332
Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.
Pasal 1333
Suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.
Pasal 1334
Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan. Akan tetapi seseorang tidak diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk menentukan suatu syarat dalam perjanjian mengenai warisan itu, sekalipun dengan persetujuan orang yang akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok persetujuan itu, hal ini tidak mengurangi ketentuan pasal-pasal 169, 176, dan 178.
Pasal 1335
Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.
Pasal 1336
Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain yang tidak terlarang selain dan yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah.
Pasal 1337
Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
Pasal 1338
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang- undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Pasal 1339
Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.
Pasal 1340
Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317.
Pasal 1341
Meskipun demikian, kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga yang merugikan kreditur; asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur.
Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dan tindakan yang tidak sah, harus dihormati. Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah kreditur menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.
Pasal 1342
Jika kata-kata suatu persetujuan jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran.
Pasal 1343
Jika kata-kata suatu persetujuan dapat diberi berbagai penafsiran, maka lebih baik diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat persetujuan itu, daripada dipegang teguh arti kata menurut huruf.
Pasal 1344
Jika suatu janji dapat diberi dua arti, maka janji itu harus dimengerti menurut arti yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, bukan menurut arti yang tidak memungkinkan janji itu dilaksanakan.
Pasal 1345
Jika perkataan dapat diberi dua arti, maka harus dipilih arti yang paling sesuai dengan sifat persetujuan.
Pasal 1346
Perikatan yang mempunyai dua arti harus diterangkan menurut kebiasaan di dalam negeri atau di tempat persetujuan dibuat.
Pasal 1347
Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam persetujuan.
Pasal 1348
Semua janji yang diberikan dalam satu persetujuan harus diartikan dalam hubungannya satu sama lain, tiap-tiap janji harus ditafsirkan dalam hubungannya dengan seluruh persetujuan.
Pasal 1349
Jika ada keragu-raguan, suatu persetujuan harus ditafsirkan atas kerugian orang diminta diadakan perjanjian dan atas keuntungan orang yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian itu.
Pasal 1350
Betapa luas pun pengertian kata-kata yang digunakan untuk menyusun suatu persetujuan, persetujuan itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan kedua belah pihak sewaktu membuat persetujuan.
Pasal 1351
Jika dalam suatu persetujuan dinyatakan suatu hal untuk menjelaskan perikatan, hal itu tidak dianggap mengurangi atau membatasi kekuatan persetujuan itu menurut hukum dalam hal-hal yang tidak disebut dalam persetujuan.
Referensi
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Subekti. 2010." Hukum Perjanjian Cetakan Keduapuluhtiga".Jakarta : Intermasa
- Badrulzaman, Mariam Darus. 2015 ." Hukum Perikatan Dalam KUHP Perdata Buku Ketiga, Yurisprudensi, Doktrin, Serta Penjelasan". Bandung : Citra Aditya Bakti
- Miru, Ahmadi & Pati, Sakka. 2014." Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW". Jakarta : Rajawali Pers
- Soenandar, Jaryana dkk. 2016. "Kompilasi Hukum Perikatan". Bandung : Citra Aditya Bakti
- Salim. 2010. "Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak). Jakarta : Sinar Grafika.
- Simatupang, Estomihi FP. "Hubungan Hukum". https://berandahukum.com/a/Hubungan-Hukum. Diakses pada tanggal 16 Februari 2022 Pukul 07.14 Wib
- Simatupang, Estomihi FP. "Peristiwa Hukum". https://berandahukum.com/a/Peristiwa-Hukum. Diakses pada tanggal 16 Februari 2022 Pukul 07.14 Wib
- Simatupang, Estomihi FP. "PPerbuatan Hukum". https://berandahukum.com/a/Perbuatan-Hukum. Diakses pada tanggal 16 Februari 2022 Pukul 07.14 Wib